Saturday, September 6, 2008

HIMAH PUASA II

HIKMAH PUASA BAGI KESEHATAN

BY : HALIM

Puasa menurut syariat ialah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa (seperti makan, minum, hubungan kelamin, dan sebagainya) semenjak terbit fajar sampai terbenamnya matahari,dengan disertai niat ibadah kepada Allah,karena mengharapkan redho-Nya dan menyiapkan diri guna meningkatkan Taqwa kepada-Nya.

Sedangkan Ramadhan adalan bulan bulan yang banyak mengandung Hikmah didalamnya.Alangkah gembiranya hati mereka yang beriman dengan kedatangan bulan Ramadhan. Bukan sahaja telah diarahkan menunaikan Ibadah selama sebulan penuh dengan balasan pahala yang berlipat ganda,malah dibulan Ramadhan Allah telah menurunkan kitab suci al-Quranulkarim,yang menjadi petunjuk bagi seluruh manusia dan untuk membedakan yang benar dengan yang salah.

Puasa Ramadhan akan membersihkan rohani kita dengan menanamkan perasaan kesabaran, kasih sayang, pemurah, berkata benar, ikhlas, disiplin, terthindar dari sifat tamak dan rakus, percaya pada diri sendiri, dsb.

Meskipun makanan dan minuman itu halal, kita mengawal diri kita untuk tidak makan dan minum dari semenjak fajar hingga terbenamnya matahari,karena mematuhi perintah Allah.Walaupun isteri kita sendiri, kita tidak mencampurinya diketika masa berpuasa demi mematuhi perintah Allah s.w.t.

Ayat puasa itu dimulai dengan firman Allah:"Wahai orang-orang yang beriman" dan disudahi dengan:" Mudah-mudahan kamu menjadi orang yang bertaqwa."Jadi jelaslah bagi kita puasa Ramadhan berdasarkan keimanan dan ketaqwaan.Untuk menjadi orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah kita diberi kesempatan selama sebulan Ramadhan,melatih diri kita,menahan hawa nafsu kita dari makan dan minum,mencampuri isteri,menahan diri dari perkataan dan perbuatan yang sia-sia,seperti berkata bohong, membuat fitnah dan tipu daya, merasa dengki dan khianat, memecah belah persatuan ummat, dan berbagai perbuatan jahat lainnya.Rasullah s.a.w.bersabda:

"Bukanlah puasa itu hanya sekedar menghentikan makan dan minum tetapi puasa itu ialah menghentikan omong-omong kosong dan kata-kata kotor."
(H.R.Ibnu Khuzaimah)

Beruntunglah mereka yang dapat berpuasa selama bulan Ramadhan, karena puasa itu bukan sahaja dapat membersihkan Rohani manusia juga akan membersihkan Jasmani manusia itu sendiri, puasa sebagai alat penyembuh yang baik. Semua alat pada tubuh kita senantiasa digunakan, boleh dikatakan alat-alat itu tidak berehat selama 24 jam. Alhamdulillah dengan berpuasa kita dapat merehatkan alat pencernaan kita lebih kurang selama 12 jam setiap harinya. Oleh karena itu dengan berpuasa, organ dalam tubuh kita dapat bekerja dengan lebih teratur dan berkesan.

Perlu diingat ibadah puasa Ramadhan akan membawa faaedah bagi kesehatan
rohani dan jasmani kita bila ditunaikan mengikut panduan yang telah ditetapkan, jika tidak maka hasilnya tidaklah seberapa malah mungkin ibadah puasa kita sia-sia sahaja.

Allah berfirman yang maksudnya:

"Makan dan minumlah kamu dan janganlah berlebih-lebihan sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (s.al-A'raf:31)

Nabi s.a.w.juga bersabda:

"Kita ini adalah kaum yang makan bila lapar, dan makan tidak kenyang."

Tubuh kita memerlukan makanan yang bergizi mengikut keperluan tubuh kita. Jika kita makan berlebih-lebihan sudah tentu ia akan membawa muzarat kepada kesehatan kita. Boleh menyebabkan badan menjadi gemuk, dengan mengakibatkan kepada sakit jantung, darah tinggi, penyakit kencing manis, dan berbagai penyakit lainnya. Oleh itu makanlah secara sederhana, terutama sekali ketika berbuka, mudah-mudahan Puasa dibulan Ramadhan akan membawa kesehatan bagi rohani dan jasmani kita. Insy Allah kita akan bertemu kembali.

Allah berfirman yang maksudnya: "Pada bulan Ramadhan diturunkan al-Quran
pimpinan untuk manusia dan penjelasan keterangan dari pimpinan kebenaran
itu, dan yang memisahkan antara kebenaran dan kebathilan. Barangsiapa men

Hikmah puasa telah banyak diteliti para ulama dan ilmuwan, dari para ahli syariat dan keagamaan Islam hingga ke para ahli psikologi dan kedokteran. Saya tidak akan banyak berbicara mengenai hikmah puasa secara rinci atau wacana puasa sehat, juga tidak mengenai tip dan trik caranya berpuasa. Sudah banyak tulisan tentang hal-hal tersebut, sudah banyak program TV membahas secara gencar syariat tahunan Islam ini, bahkan kini puasa juga semakin menjadi komoditas para selebriti menenarkan dirinya membagi cerita hikmah puasa dengan menampilkan bagaimana mereka berbuka atau bagaimana mereka bersahur. Saya tak menghujat mereka sebab kehidupan setiap muslim jelaslah berbeda. Sebab berpuasa adalah ritual hablumminallah, sebuah prosesi pribadi antara dirinya sendiri dengan tuhannya, Allah SWT. Sebagai muslim kita hanya berharap maraknya acara bertema Ramadhan –maupun tema Islam lainnya– adalah sebuah implementasi syiar Islam yang simpatik. Jelas sangat disayangkan ketika acara-acara bertema Islam tidak memberi simpati kepada para muslim sendiri.

Mereka yang ikhlas menjalankannya dijanjikan dijauhkan dari godaan setan, dijanjikan dijauhkan dengan dibelenggunya setan dari manusia. Bukan kita tak meyakini hal tersebut, namun sebagai manusia kita punya kelemahan. Kelemahan manusia sendiri yang membuat kita menjadi setan dalam kehidupan hablumminannas walau untuk hal-hal yang mungkin kecil, seperti tersinggung dan menyinggung, lupa diri dan lupa daratan, berprasangka buruk tanpa logika, egoisme dan kesombongan dan hal-hal kecil lainnya yang mungkin tak pernah kita sadari. Kelemahan mental manusialah yang mendekatkan sang setan menggoda manusia.

Mental seorang manusia jelas berbeda-beda. Secara empiris kita sering mengelompokkannya menjadi sebuah generalisasi, kadang bersifat buruk, kadang bersifat baik. Semoga yang baik selalu yang diwariskan turun temurun. Kita mengenal mental manusia-manusia dalam kehidupan antar manusia seperti orang-orang suku anu ahli berdagang, suku anu ahli menjadi tukang kiridit, suku anu ahli menjadi pengacara, suku anu sangat pemalas, suku anu sangat periang, suku anu individualistis dan sebagainya. Itu semua hanya generalisasi mental manusia-manusia, hanya secara umum, bukan sesuatu yang absolut. Bukan berarti kita tak mengindahkan hal-hal tersebut, sebab mental manusia –sebagai sebuah warisan budaya– tetaplah akan diturunkan dari orang tua kepada penerus-penerusnya dan kita sangat sering bersinggungan dengan generalisasi mental-mental manusia tersebut. Kita kerap berprasangka buruk, kita pun kerap menjadi objek prasangka buruk akibat semua penyalahgunaan atribut di atas. Saya orang Sunda, orang Sunda kerap dicibir karena slogan “Kumaha engké!” yang artinya “Nanti saja!” atau atribut lain seperti “Orang Sunda itu kambing, pemakan segala daun-daunan mentah.”

Mengabaikan generalisasi mental-mental tersebut mari kita berbicara tentang mental diri kita sendiri terlepas dari atribut kesukuan, kelompok, keluarga, profesi dan sebagainya. Muslim diberi syariat puasa untuk mengolah mental dirinya masing-masing, diberi batasan-batasan tanpa dikurangi godaan-godaannya, sehingga manusia melihat dalam perspektifnya bahwa godaan menjadi lebih banyak dan lebih besar. Di sinilah salah satu hikmah berpuasa dalam melatih muslim mengasah mentalnya. Mental yang sangat personal kepada-Nya dan mental dalam kehidupan dengan sesamanya. Kita tak perlu menilai dan menghakimi mental seseorang yang sangat personal tersebut. Itu adalah urusan pribadi masing-masing. Namun kita diberi lingkungan batasan di antara sesama kita agar mental kita yang baik dan buruk tidak mengganggu orang lain, menyinggung orang lain.

Seorang anak kecil berumur di atas enam atau tahun belajar berpuasa, secara fisik mungkin ia tak akan kuat, namun si anak tanpa menyadarinya ia diberikan sebuah latihan. Berlatih mengukur kekuatan diri, meski ia tak mampu menghitungnya namun ia melatih mentalnya untuk menyatakan ketakmampuannya, bukan untuk melatih mencari-cari alasan agar ia senang tidak berpuasa saat muslim lain berpuasa.

Seorang muslim dewasa yang secara fisik normal akan mengukur bahwa syariat fisik puasa adalah hal biasa, bukan sesuatu batasan di luar kemampuannya. Namun godaan terhadap ibadah puasa bagi orang dewasa jelas lebih banyak, tak hanya menahan lapar, dahaga dan kama. Muslim dewasa berlatih mengasah mentalnya dalam menghadapi godaan yang mengurangi nilai puasanya, terutama yang terkait dengan orang lain. Kita kerap tersinggung oleh hal kecil. Kadar ketersinggungan –apalagi didominasi perasaan– itu pun sudah menunjukkan kelemahan mental manusia, apalagi saat kita meresponnya dengan menyinggung balik. Dua kelemahan yang mudah terjadi pada diri kita. Saat amarah datang, kelemahan mental manusia semakin menjadi. Shaum Ramadhan melatih muslim untuk menghindari hal-hal seperti itu. Puasa kita akan kurang bernilai saat kita hanya berpikir menahan lapar, dahaga dan kama tanpa disertai menahan ego, sumpah serapah, dengki, dusta dan sebagainya.

“Kamu seorang muslim, kamu sehat tapi kamu tak berpuasa di bulan Ramadhan. Kamu hanya seorang manusia cengeng!” Mungkin kalimat sederhana ini juga bisa berarti sebuah kedengkian kita kepada orang lain. Sebuah keangkuhan yang tak disadari bisa menyinggung perasaan orang tersebut. Sebuah keangkuhan menilai diri berlebih, merasa lebih baik dari orang tersebut yang mungkin akhirnya orang tersebut merespon balik menilai diri kita buruk, apalagi jika kita ikut tersinggung menghadapi respon tersebut. Mungkin juga anda yang membaca contoh kalimat saya di atas sudah tersinggung terlebih dahulu. Mental kita kerap diuji oleh hal-hal kecil seperti ini. Di bulan Ramadhan ini kita akan merasakan dan belajar bagaimana menghadapi ujian mental.
Mental menahan diri dari hal-hal buruk yang kecil, sebuah hikmah yang bisa diambil dalam menjalankan ibadah shaum.

Selamat menjalankan ibadah shaum Ramadhan. Semoga anda mampu menahan diri jika anda tersinggung terhadap tulisan saya, pun saya mawas diri dengan apa yang telah saya tuliskan. Semoga kinerja tak terganggu saat berpuasa.

SUMBER :

yulian.firdaus.or.id

Ustaz Syed Hasan Alatas

No comments: