Tuesday, July 28, 2009

WAH

WAH ....

“Malu bertanya sesat di jalan”. Petuah ini memang cocok, untuk menggambarkan betapa pentingnya nilai atau budaya bertanya. Suatu kebiasaan yang harus senantiasa dipegang oleh para pelajar, difahami dan dipraktekkan, demi mendapat suatu kemapanan keilmuan. Sehingga sebagai subyek, tidak hanya mengamini apa yang disampaikan oleh guru atau fasilitator, sembari datang, duduk, diam dan ngewe. Tapi bisa menyaring segala informasi yang disampaikan oleh mereka.
Kendati demikian, kebudayaan bertanya, lebih-lebih Discus, masih begitu kolotnya diterapkan di lingkungan pendidikan. Rancang tanya jawab, dengan mempertemukan opini, dengan membeberkan data dan relita yang terjadi, masih menjadi beban, yang terasa berat dipikul. Padahal, manfaat yang diperoleh dari diskusi, sangat besar, bagi pengendapan knowladge dan infomasi, dalam serabut sensorik manusia. Sehingga informasi yang ada, akan dengan mudah tersimpan, sekaligus mudah diputar kembali, bila dibutuhkan.
Merekonstruksi diskusi, lebih pakemnya kita berjalan-jalan bersama Syekh Az Zarnuji, tokoh sekaligus pengarang ilmu Ta’limul Muta’allim, yang menjadi pedoman belajar bagi para pelajar.
Menempuh pendidikan, diwajibkan bagi setiap insani. Yakni memasukkan informasi dari dunia. Sistem penyimpanan informasi pun tidak semudah kita menyimpan uang di bank, yang dapat disimpan dan diambil setiap saat. Ada kalanya suatu informasi yang telah mantap difahami dan disimpan pada durasi waktu tertentu, tapi selanjutnya ketika kita hendak membuka kembali informasi itu, kita mengalami kesulitan, sehingga informasi itu hilang, dan kita selangkah mundur. Karena telah kecolongan satu informasi.
Untuk itu, perlu suatu strategi yang sanggup menyimpan, demikian juga sanggup pula merekonstruksi informasi itu, bila dibutuhkan. Menyiasati hal itu Az Zarnuji punya trik khusus, sehingga informasi atau ilmu yang telah masuk, bisa terkunci kuat dalam ingatan, plus kita sanggup membuka kembali. Trik itu yakni “Diskusi”. Ya diskusi sebagai Key (kunci)-nya.
“Almudzakaroti wal munadloroti” atau penalaran dan saling tukar pikiran, merupakan suatu kunci dalam menyimpan informasi. Mengapa..? Karena manfaat dari diskusi atau perdebatan, yang disertai hati, fikiran dan I’tikad baik, jernih dan penuh penalaran, sanggup menelorkan hasil yang lebih kuat daripada faedah mengulang-ulang materi.
Hal itu terjadi, karena kala diskusi dikumandangkan, maka tanpa komando dari manapun, audient harus turut serta menyumbangkan buah fikiran, turut berfikir, mengingat dan merenung, kalau ia memang benar-benar mau merasakan buahnya diskusi. Apa saja itu ?
Pertama, peserta diskusi harus latihan memahami suatu topik. Artinya, dia harus mempunyai kemampuan menyaring apa tema yang sedang diangkat pada saat diskusi dibeberkan. Makanya, peserta tidak boleh njelantur, atau asal ngomong tampa tahu benar permasalahan. Ia harus tahu dulu, baru beropini.
Kedua, sebanyak mungkin mengumpulkan literatur. “Iqro’..”, mutlak harus dibudayakan. Semakin banyak inforamasi yang didapat dari literatur, memahami dan merenungkan, maka semakin kuat pijakan atau pengetahuan dalam memaparkan suatu usulan. Sehingga bahaya-bahaya orang yang tidak waras cara fikirnya (suka menjegal), dapat dihindari. Dan untuk semakin memperkuat kedudukan, maka bumbuh berupa informasi-informasi dari segala sumber, seperti tokoh-tokoh penting, dari infotainmen-infotainmen yang beredar di lingkungan, baik TV ataupun lainnya, juga diperlukan. Alhasil apa yang kita disampaikan, punya alasan dan ruang yang kuat. Makanya Az Zarnuji menyebutkan, diskusi selain dapat mengulang ilmu yang telah ada, juga dapat memperoleh ilmu baru yang belum diketahui. Mengulang berarti, merekonstruksi informasi yang didapat dari berbagai sumber, menambah ilmu yang belum diketahui yakni, mengadu ilmu kita dengan rekan yang lain, sehingga dapat menghasilkan ilmu-ilmu baru, baik dari rekan atau dari diri kita sendiri, manakala sedang terjepit, sehingga spontanitas memunculkan strategi mempertahankan opini.
Ketiga, diskusi juga dapat melatih demokrasi, tidak diktator, melatih keberanian dan kelihaian berbicara atau mengusulkan ide pada publik, dan dapat melatih untuk menerima usulan dari publik (terbuka). Buah diskusi, melatih oran-orang yang yang biasa diskusi senantiasa berembuk, dan asal-asalan menentukan keputusan tanpa pertimbangan dari segala aspek. Sehingga jalan fikirannya lebih panjang, plus tidak egois.
Diskusi dengan bantah-bantahan, juga harus menjaga dari sikap menjegal, marah, memulas, berbelit-belit dan mereka-reka. Pasalnya, diskusi yang disertai hati yang tidak lurus demikian, tidak akan mempu menerobos makna dari diskusi sendiri. Yakni untuk memperoleh kebenaran umum, dan tidak akan dapat memperoleh manfaat dan faedah diskusi. Padahal diskusi satu jam yang disertai angan-angan, menurut Az Zarnuji lebih baik daripada mengulang-ulang pelajaran (ilmu) satu bulan. []

No comments: