Friday, October 2, 2009

Talqin

TALQIN
CONTEKAN TERAKHIR MANUSIA
Ditengah hiruk-pikuk kehidupan bersosial, tiba-tiba dari kejauhan, tampaknya dari masjid terletak di tengah desa, terdengar suara pak Modin sedang mengumumkan sesuatu. Setelah diperhatikan seksama, terdengar, “Innalillahi wainna ilaihirrooji’uun, telah meninggal Bu Siti..” dan seterusnya. Warga desa pun sembari agak kaget, berduyun-duyun menuju rumah keluarga, untuk merawat mayat. Memandikan, mengkafani dan disembahyangkan. Setelah itu warga buru-buru membawa mayat ke rumah terkhirnya (kuburan), dan dikuburkan di tanah yang sebelumnya telah dipersiapkan oleh warga. Mayat diteruh di dalamnya, dan dengan suasana yang memilukan, sedikit demi sedikit, tanah itu ditimbun, untuk menutupi mayat. Selanjutnya, warga dan kyai, tidak lantas pulang begitu saja.
Warga berdiri dan kyai duduk berhadapan dengan mayat mulai membaca do’a yang cukup panjang. Ditengah-tengah do’a itu, nampak sang kyai sedang bercakap dengan mayat Bu Siti. Prosesi pembacaan do’a inilah yang oleh umat Islam dinamai “Talqin”.
Talqin. Menurut Kamus Al Muhith, juz IV hal 268, dalam bahasa Arab yakni “Tafhim”, artinya, memamahamkan atau memberti faham. Sedang menurut istilah agama, Talqin punya dua fersi. Pertama, mengajarkan kepada orang yang akan wafat dengan kalimat tauhid, yakni “Laa Ilaaha Illal Lah, artinya Tiada Tuhan selain Allah”. Kedua, mengingatkan orang yang sudah wafat dan baru saja dikubur beberapa hal penting baginya, untuk menghadapi malaikat Munkar dan Nakir yang akan datang menguji ke-Iman-annya.
Sekalian manusia, atau bahkah semua makhluk sang Khaliq yang bernyawa, pada akhirnya nanti akan berkemas menuju akhirat. Hal itu diawali dengan prosesi kematian suatu makhluk, yang puncaknya terjadi ketika Israfil menjalankan tugasnya, meniup terompet maut. Ini sesuai dengan firman Allah dalam Az Zumar : 68 yang artinya “Dan ditiup sangkakala sehingga mati sekalian yang berada di langit dan bumi, kecuali orang yang dikehendai Tuhan belum akan mati, kemudian sangkakala dituip sekali lagi maka mereka (yang mati itu) bangun lagi menunggu hukum Tuhan”.
Itulah kematian masal, se alam jagat (Kiamat Kubro). Tapi kali ini bukan itu yang menjadi bahasan kita kali ini, melainkan Kiamat Sughra. Yakni kematian makhluk demi makhluk Tuhan Allah Azza Wa Jallah dalam rentetan kehidupan, alias bukan masal se jagad ini.
Kematian bagi setiap makhluk pastilah terjadi. Tidak ada satupun yang bisa menghindari, merubah atau mengetahui kapan, dimana dan karena apa (Al A’raf 34). Karena kematian, merupakan rahasia-Nya, yang telah ditetapkan di alam Azali.
Talqin di Saat yang Darurat
Kematian adalah keluarnya jiwa dari tubuh seseorang. Saat ini, manusia sedang dalam masa genting. Bagaimana tidak …? KeIslaman manusia selama hidup, akan dibuktikan kala itu. Makanya dalam hadis Imam Muslim, Rasulullah menganjurkan untuk membaca Kalimat Tauhid.
Pasalnya, siapa yang akhir perkataannya di dunia dengan kalimat tauhid, maka dia masuk surga. Makanya, sesama muslim diharapkan membantu saudara se-Islamnya bila menghadapi sakarotul maut. Ini talqin pertama kepada manusia, yakni mengajari manusia untuk mengakui ke-Esa-an Allah di akhir hayatnya. Tak hanya itu, sesama muslim pun disunnahkan untuk membaca Surotul Yasin.
Setelah melewati masa sakarotul maut lewat, dan sudah terbukti meninggal dunia, kewajiban sesama muslim tidak berarti telah gugur. Justru inilah kewajiban sesama muslim mulai diindahkan. Yakni merawat jenazah atau mayat, sebagai upaya penghormatan terakhir kepadanya.
Itu dimulai dengan memandikan jenazah, kecuali bila meninggal dalam peperanganan (mati syahid), mengafani dengan benar dan menyhalatinya. Setelah shalat usai, jenazah harus cepat-cepat dibawa ke kuburan untuk dimakamkan. Mayat dimasukkan ke dalam tanah, ditimbun dan diratakan, tapi para pengantar mayat dianjurkan tidak langsung saja pulang. Sunnah baginya untuk mentalqin (mengingatkan) sang jenazah terlebih dahulu (Adz Dzariyat : 55). Disini Talqin ke dua dijalankan.
Talqin yang dimaksudkan menurut Rasullullah yakni memberikan pelajaran penting tantang apa yang akan ditanyakan oleh malaikat utusan Allah. Misalnya I’tiqad, Tauhid, Syahadat, ke-Tuhan-an, Agama, Nabi, Al Quran dan lain-lain. Tujuannya, tak lain guna melancarkan jawaban atas pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir yang segera datang menghampirinya.
Mereka malaikat yang oleh sang Qidam diberi amanat menanyai manusia yang telah meninggal. Pun diperkenankan menghukumnya, bila tidak sanggup menjawab pertanyaan yang diajukan dengan benar. Mengapa hal itu dilakukan…?
Dalam kitab Hadist Bukhori yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, diterangkan bahwa mayat yang berada di dalam tanah, setelah ditinggal para pengantarnya, dia akan didatangi dua malaikat yang mengujinya. Untuk itulah sebelum para malaikat datang, maka sang mayat hendaknya diperingatkan jawaban-jawaban (memberi contekan) yang betul supaya jawaban tepat, dan tidak keseleo lidahnya (gagap-Red). Mengingat saat itu adalah saat yang sangat gawat, yang bisa membuat orang gugup. Ditambahkan pula dalam Musnad Ahmad bin Hambal, karena keadaan sang mayat baru saja memasuki alam baru yakni alam kubur, yang tentulah membuatnya masih begitu asing.
Bagi muslim dewasa yang telah berhasil menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan tepat, malaikat akan memperlihatkan tempatnya kelak yakni di Surga, sedangkan bagi yang belum berhasil menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, maka malaikat akan memukulnya dengan palu besi diantara dua telinganya. Sehingga ia menjerit dan memekik kesakitan, yang terdengar oleh sekaian makhlud Allah, kecuali manusia dan jin. Hal ini akan terus berlangsung sampai dia berhasil menjawab pertanyaan yang diajukan.

Pendengaran Mayat Pendengan Super
Talqin, yakni memberitahukan jawaban-jawaban yang akan ditanyakan oleh malaikat dua, utusan Allah SWT. Itu berarti terjadi komunikasi satu arah untuk sang mayat. Atau dengan kata lain, sang mayat dengan sang Kyai atau orang yang mentalqini, tidak terjadi komunikasi timbal-balik. Nah, benarkah mayat pada saat itu mendengan ucapan orang yang sedang mentalqininya.
Dalam suatu hadist disebutkan, prosesi talqin semacam itu sangat didengar sang mayat. Itu sesuai dengan hadist sahih, Imam Bukhori, nabi Muhammad SAW bersabda, “Demi Tuhan yang memegang jiwaku, mereka (orang mati) mendengan suaruaku lebih dari kamu mendengarku, tetapi mereka tidak bisa menjawab”.
Diterangkan pula bukan hanya suara talqin saja yang didengar sang mayat kala itu, bahkan suara langkah para pengantarnya, yang berangkat pulang pun bisa didengar dan dirasakan.
Jadi salah besar, orang yang menganggap orang yang mentalqin itu perbuatan bodoh dan tidak ada gunanya. Karena jawaban yang disampaikan dalam doa talqin, begitu diperlukan oleh sang mayat, mengingat dia sebagai peserta baru dalam alam kubur.
Pernah dalam suatu hadis sahabat Umar bin Khotob bertanya kepada Rasulullah, tentang pentingnya talqin. Menurut sahabat Umar, bagaimana bisa orang yang sudah diambil jiwanya, bisa mendengar suara makhluk yang masih tinggal di alam dunia, padahal indra pendengarannya sudah tidak fungsi lagi. Tapi dengan tegas Rasulullah membantah pemikiran Umar tersebut. Rasulullah dengan bijaksana menerangkan, bahwa waktu orang sudah dalam keadaan demikian sangat kuat pendengarannya, bahkan lebih dari orang yang masih hidup.
Itu terjadi, karena manusia di saat itu telah meninggalkan jasad, yang menjadi batas ruang dan waktunya. Maksudnya, kemampuan manusia untuk menginderai pendengarannya, masih dibatasi oleh jasad, berupa tubuh yang membungkus jiwanya. Jadi, kamampuan untuk mendengar manusia di kala hidup, senyatanya lebih lemah ketimbang orang mati. Atau dengan kata lain, orang mati, dan memasuki alam kubur, ternyata lebih kuat pendengarannya, sehingga lebih kuat mendengar suara talqin sang penalqin. Karena dia telah meninggalkan bungkus yang membatasi kemampuannya.
Dicontohkan oleh Drs. H. Moh. Amin AZA, orang mati pendengarannya lebih kuat daripada orang hidup, itu layaknya orang biasa naik pesawat terbang. Maka yang terjadi, dia dapat bergerak jauh lebih cepat dari normalitasnya.
Dari permisalan itu, Aba Amin, mendiskripsikan, manusia hidup diumpamakan seperti manusia normal, yang hanya dapat bergerak sesuai kadarnya. Sedangkan orang mati, layaknya orang yang naik pesawat, dapat bergerak jauh lebih cepat. Dalam konotasi ini, manusia dapat mendengar lebih peka.
Bukan terbatas itu. Kebesaran Allah SWT memberikan kuasaNya, orang yang telah masuk alam kubur, bisa Bahasa Arab tanpa harus kursus Bahasa Arab. Sehingga, talqin dengan Bahasa Arab pun tak jadi masalah buat sang arwah. Dengan kata lain, talqin tidak harus dilakukan dengan menggunakan bahasa daerah yang beraneka ragam.

Pertanyaan Maut sang Malaikat
Kepatuhan manusia selama menjalankan masa ulangan di dunia, belum bisa dibuktikan secara riil, selama ia masih hidup dan masih bisa berkomunikasi dengan sesama, serta masih bisa merasakan nikmatnya alam yang dianugrahkan oleh Allah SWT. Apakah orang itu sudah benar-benar patuh kepada-Nya, sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW, yakni “Ikhlas”. Atau seseorang itu masih menjalankan perintah sang Yang Wajib Wujud (Allah), hanya karena dimotifasi oleh keinginan dunia nan memenara. Atau bahkan melakukan kewajiban-Nya, karena didorong rasa Ego pada sesama. Itu semua masih belum bisa ditebak.
Maka predikat yang diberikan oleh orang, masih berkutat pada tingkah dan tindak-tanduk, yang dapat dilihat oleh kasat mata. Sehingga, arti kebohongan dan keimanan sang makhluk masih belum patent.
KeImanan, keIslaman, keIkhsanan dan keikhlasan seseorang menerjunkan diri dalam agama yang diridloi Allah, baru bisa dibuktikan kala ia sudah tidak bernyawa. Hal itu terjadi, saat keluarnya nyawa dan saat nyawa didudukkan untuk ditanyai si malaikat penguji di alam kubur.
Disini, kebohongan dan kejujuran manusia yang benar atau salah mulai bisa dinetralisir. Dibuktikan dengan ketetepatannya menjawab semua pertanyaan yang diujikan oleh Munkar dan Nakir.
Pertanyaan apa saja…?
Dalam do’a Taliqin disebutkan tujuh pertanyaan yang akan mengantarkan orang bisa tidur nyenyak dalam alam kubur atau sebaiknya akan disiksa (dipukul) hingga kiamat tiba, yakni sebagaimana penggalam arti do’a Talqin berikut :
“………..
Kalau datang kepadamu dua dan kepada kawan-kawanmu yang sama dengan kamu dari umat Nabi Muhammad SAW, maka janganlah engkau terkejut dan takut karena keduanya adalah makhluk Allah serupa kamu juga. Kalau mereka sudah datang dan mereka dudukkan engkau dan mereka bertanya siapa Tuhan engkau, apa Agama engkau , siapa Nabi engkau, apa I’tikad engkau, dan apa yang engkau bawa mati, maka jawablah ; Allah Tuhanku. Kalau mereka bertanya lagi maka jawablah : Allah Tuhanku. Kalau mereka tanya yang ketiga kali, dan itulah kesudahan yang baik, maka jawablah dengan suara lantang, tidak takut dan gelisah : Tuhanku Allah, Islam agamaku, Muhammad Nabiku, AlQuran imamku, Ka’bah qiblatku, Sembahyang kewajibanku, kaum muslimin saudaraku, Nabi Ibrahim bapakku dan aku hidup dan mati diatas kalimah “Laaa IlaaHa Illal Lah, Muhammadur Rasulullah.
………..”
Demikian pertanyaan yang diajukan malaikat kepada hamba Allah yang telah memasuki alam kubur, dan telah ditinggal semua penunggu (pengantar) nya. Maka barang siapa berhasil lulus dari ujian itu, malaikat akan menidurkan kembali dan menunjukkan tempatnya kelak. Tapi sebaliknya, siapa yang ketika dia ditanya, dan jawabannya “Tidak Tahu”, maka pukulan demi pukulan akan senantiasa menghantam diantara dua telinganya, hingga hari kiamat datang.

Talqin yang percuma
Tidak semua talqin bermanfaat bagi manusia yang telah meninggal. Adakalanya talqin itu menjadi isapan jempol balaka. Alias tidak berguna bagi orang yang meninggal, kendati telah diucapkan jawaban, atas soal-soal yang akan disampaikan.
Kegagalan talqin macam itu, akan dialami oleh orang-orang yang selama hidup senantiasa barbuat zalim, menanam dosa dan selalu mengingkari Allah SWT. Bagi orang-orang demikian, talqin tidak akan berfungsi. Dan jawaban yagn disampaikan oleh pengucap talqin, tidak akan masuk dalam ruh, orang yang meninggal.
Dia hanya bisa mendengar apa yang disampaikan oleh sang penalqin, tapi tidak sanggup merekuntruksi ulang, apa yang sebenarnya disampaikan oleh penalqin. Sehingga, ketika dua utusan Allah datang kepadanya, maka dia tidak sanggup mengucapkan seperti yang telah disampaikan kepadanya.
Tetep saja dia tidak sanggup menjawab pertanyaan malaikat (Mungkar dan Nakir). Bahkan dalam suatu cerita disebutkan, orang yang senantiasa berbuat dosa, maka ketika dia diuji oleh malaikat, niscaya dia akan menjawabnya dengan apa yang ia pedomani selama di dunia (non Al Quran).

No comments: